Aprindo soal Sertifikasi Halal Mulai Oktober 2024: Mungkin Diundur
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey. (Foto: Theresia Agatha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut, ada potensi penundaan aturan sertifikasi produk halal pada 2024 ini. Pasalnya, implementasi aturan itu berdekatan dengan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029.

Adapun mulai 17 Oktober 2024, semua produk khususnya makanan dan minuman, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman harus sudah bersertifikat halal sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2024 Pasal 4 mengenai Jaminan Produk Halal.

"Aturan produk halal akan diberlakukan pada 17 Oktober oleh pemerintah. Walaupun narasinya sekarang berkembang, namun mungkin akan diundurkan karena masih ada beberapa yang minta waktu," kata Roy dalam acara Halalbihalal di Rempah Manado, Jakarta, Selasa, 7 Mei.

"Karena kami tahu 17 Oktober (2024), terus lima hari kemudian pelantikan presiden dan wakil presiden," sambungnya.

Meski begitu, Roy mengaku sudah mendorong para pengusaha ritel, khususnya UMKM untuk memiliki sertifikasi halal.

Dia mengatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jasa Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) untuk membantu para UMKM membuat sertifikasi halal.

"Tetapi yang jelas yang kami sudah siapkan setiap UMKM yang punya produk makanan dan minuman di ritel, kami sudah dorong untuk memiliki sertifikasi halal. Karena untuk UMKM, sertifikasi halal ini gratis," ujarnya.

Berdasarkan catatan VOI, kewajiban sertifikat halal pada Oktober 2024 memiliki pro dan kontra.

Adapun untuk kontra itu terjadi di Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM)

Sebagai kementerian yang bertanggung jawab menaungi para UMKM untuk memiliki sertifikasi halal, hal ini dinilai perlu ditunda.

Menkop UKM Teten Masduki memprediksikan, tak bisa semua UMKM memiliki sertifikasi halal dalam kurun waktu yang hanya tersisa sebentar saja.

"Kami prediksi tidak mungkin bisa 100 persen para pelaku UMKM (mendapatkan sertifikasi halal). Sehingga, diperlukan relaksasi seperti penundaan kewajiban mereka memiliki sertifikasi halal. Karena kalau enggak nanti mereka tersangkut masalah hukum," ujar Teten kepada wartawan saat ditemui usai Diskusi Forwakop terkait Peran UMKM dalam Hilirisasi Sektor Aquaculture dan Agriculture, Jumat, 8 Maret.

Dia menyarankan, agar BPJPH Kemenag juga turut mempermudah para UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal. Misalnya, untuk produk-produk kuliner yang bahan bakunya tentu sudah halal.

"Misalnya untuk produk-produk tertentu bisa dipercepat, kayak produk kuliner yang bahan bakunya sudah halal. Ya, itu masuk ke jalur hijau dan sudah dikasih sertifikasi. Sehingga, mereka sudah menyatakan halal," katanya.

"Kalau misalnya jualan keripik singkong, bakso. Mungkin bakso ada daging atau susu itu masih ada kemungkinan muncul babi, tapi kalau yang (UMKM) lainnya kasih aja kemudahan," sambungnya.

Menurut Teten, pemerintah sebagai pembuat kebijakan seharusnya memudahkan para UMKM untuk menjual produk-produknya, bukan malah mempersulit dengan adanya kebijakan tersebut.

"Jadi, sebenarnya banyak yang bisa dipermudah, ya, permudah lah. UMKM juga enggak punya biayanya, sudah dipermudah. Pemerintah juga, ya, jangan sok-sokan, kasihan rakyatnya. Ini, kan, tujuan sertifikasi halal untuk memberikan perlindungan bagi umat Islam, nah UMKMnya umat Islam juga yang dipersulit," tegasnya.